Langsung ke konten utama

Pemuda dan Pendidikan Indonesia

Dimuat di koran Radar Sulteng, 20 April 2017

PEMUDA DAN PENDIDIKAN INDONESIA

Karya: Muliati Supandi
Guru SMA Negeri 1 Luwuk Timur dan Pendiri Rumah Baca Inspirasi

Hingga saat ini pendidikan di Indonesia masih belum meluas, merata dan berkeadilan. Realitasnya, banyak daerah di pelosok yang belum dibangun sekolah. Imbasnya, adalah mereka yang tinggal di pedalaman dan ingin bersekolah harus pergi merantau ke daerah lain ataupun setidaknya harus memiliki kendaraan untuk menempuh sekolah yang umumnya di bangun di kecamatan ataupun kota-kota besar. Namun, hal ini tidak berlaku bagi anak yang ekonominya kurang mampu. Tentu, orang tua dengen perekonomian tersebut akan tidak mengizinkan anaknya untuk bersekolah. Data Badan Pusat (BPS) menyebutkan tingkat kemiskinan nasional pada tahun 2016 mencapai 27,76 juta orang atau 10,7% dari jumlah penduduk.
Pernyataan di atas, dapat diperkuat dengan mengambil sampel data Angka Partisipasi Sekolah (APS) provinsi Papua, anak umur 7-12 tahun (81.04%), umur 13-15 tahun (78,14%), umur 16-18 tahun (61.96%) dan umur 19-24 tahun (22.55). Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa di Papua sebanyak hampir 20% masih terdapat anak yang tidak mengenyam pendidikan dasar dan tidak menamatkan wajib belajar 9 tahun.
Persoalan ini jelas menunjukan bahwa pendidikan di Indonesia belum dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat disebabkan karena akses pendidikan yang sulit. Padahal, meratanya akses pendidikan menjadi faktor pendorong kemajuan suatu bangsa.
Hal ini sejalan dengan ungkapan Nelson Mandela. Menurutnya, Education is the most powerful weapon which you can use to change the world. Pendidikan merupakan senjata yang paling ampuh untuk mengubah dunia. Oleh karena itu, Negara seharus hadir terus memikirkan strategi pendidikan yang optimal untuk mendidik generasi penerus.
Selain sebagai salah satu faktor pendorong kemajuan bangsa, akses pendidikan yang tidak merata dapat memberikan dampak lain, yaitu menyebabkan adanya kesenjangan sosial. Padahal, pendidikan merupakan hak dasar dan kewajiban yang harus didapatkan oleh warga negara sebagaimana yang tertuang dalam UUD 1945. Oleh karena itu, masalah pendidikan nasional harus menjadi prioritas dalam pembangunan bangsa, dan hal tersebut diamanatkan oleh Undang-undang Dasar 1945 khususnya pasal 31 ayat (3).
Persoalan lain yang krusial tentang pembangunan sekolah adalah keberadaan guru di sekolah yang dibangun di pelosok negeri. Sekolah-sekolah yang dibangun di pelosok sejauh ini masih kekurangan guru. Saat ini, Indonesia memiliki sekira 2,9 juta guru. Tetapi, data Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menunjukkan, kita masih kekurangan 400 ribu guru. Distribusi guru memang telah menjadi persoalan dunia pendidikan sejak lama. Berdasarkan survei yang ditemukan di lapangan, banyak sekolah-sekolah di desa apalagi di daerah tertinggal yang masih kekurangan guru. Hal ini diperkuat dengan adanya program-program yang diluncurkan oleh pemerintah yaitu Sarjana Mengajar di daerah Terpencil, Terluar, Tertinggal (SM3T) dan Indonesia mengajar dalam rangka mewujudkan pendidikan yang meluas, merata dan berkeadilan. Namun, keberadaan pengajar muda dan SM3T masih belum cukup. Pertanyaannya adalah, mengapa hal ini bisa terjadi?
Mari sejenak kita berpikir. Setiap tahun bahkan setiap bulan kita menyaksikan ada ratusan bahkan ribuan mahasiswa dari fakultas keguruan dan ilmu pendidikan yang lulus di setiap universitas. Namun, hal yang bertolak belakang adalah kurangnya jumlah guru di sekolah. Ini semacam lelucon, kemana semua lulusan keguruan selama ini?
Berdasarkan survei lapangan, banyak lulusan pendidikan yang bekerja tidak sesuai bidangnya, lulusan-lulusan yang cerdas lebih banyak memilih mengajar di sekolah-sekolah swasta kerena gajinya cukup tinggi. Realitas ini juga membuktikan bahwa, mereka yang pergi meninggalkan kampung halaman tidak ingin lagi kembali ke kampung halaman untuk mengembangkan daerahnya.
Peran pemuda yang masih kurang dalam membangun daerahnya menyebabkan pendidikan di daerah tidak menunjukan perubahan yang signifikan. Pemuda di daerah banyak yang merantau ke kota untuk menempuh pendidikan tinggi dan mencari penghidupan layak. Namun, sebagian besar dari mereka tidak kembali ke kampung halaman untuk memajukan daerah asalnya setelah mendapatkan ilmu yang cukup.
Di tengah krisis yang melanda negeri ini, tentunya sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas sangat dibutuhkan. Dan peningkatan kualitas SDM ini hanya dapat ditempuh melalui pendidikan yang berkualitas pula. Ketika negara tidak mampu memenuhi hak rakyat untuk mendapatkan pendidikan yang layak, pemuda harus bergerak.
Generasi muda adalah kata yang mempunyai banyak pengertian, namun dari pengertian-pengertian generasi muda mengarah pada satu maksud yaitu kumpulan orang-orang yang masih mempunyai jiwa, semangat, dan ide yang masih segar dan dapat menjadikan negara ini lebih baik, orang-orang yang mempunyai pemikiran yang visioner.
Dengan adanya berbagai permasalahan penyelenggaraan pendidikan di daerah tertinggal atau terpencil, seharusnya masalah pelayanan pendidikan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah. Masyarakat luas khususnya pemuda, harusnya membantu mengatasi berbagai kekurangan layanan mutu pendidikan di daerahnya atau daerah terpencil lainnya. Semestinya para pemuda memanfaatkan ilmu yang diperoleh selama merantau untuk diterapkan untuk mengembangkan pendidikan di desa.
Saya percaya bahwa jika pemuda (lulusan universitas) yang pernah merantau kembali ke desa dan benar-benar ingin berkontribusi dalam dunia pendidikan, kelak akan tercipta sebuah gerakan masif untuk mencerdaskan bangsa ini. Pemuda Indonesia memiliki peranan yang sangat penting dalam membantu pemerintah untuk mewujudkan pendidikan yang meluas, merata, dan berkeadilan. Sehingga dengan terwujudnya pemerataan pendidikan akan menjadikan bangsa kita lebih mandiri dan bisa bersaing secara global.
Disamping menjadi pendidik yang baik, para pemuda dapat menjadi generasi muda yang berjuang untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Peran pemuda di sektor edukasi bukanlah masalah pengetahuan yang sudah cukup atau belum, namun lebih ke arah apakah pemuda mau atau tidak mau untuk mengubah pendidikan Indonesia. Karena sesungguhnya, mendidik adalah tugas wajib dari setiap orang-orang terdidik. Pada saat ini, pemuda dapat berinovasi dalam dunia pendidikan. Membangun sekolah-sekolah alternatif dan menjadi pengajar sukarela di pelosok-pelosok negeri. Bagaimanapun para pemuda saat ini, pada saatnya nanti akan menjadi pemimpin yang akan bertanggungjawab untuk mencerdaskan bangsa, karena hal itu merupakan amanat konstitusi.
Setelah mengetahui siapa generasi muda dan bagaimana pengaruhnya dalam perubahan suatu bangsa, serta mengetahui permasalahan yang ada dalam dunia pendidikan kita maka seharusnyalah pemuda ikut andil dalam perubahan bangsa ini dalam hal pendidikan. Haruslah pemuda menjadi garda terdepan yang memperjuangkan hak rakyat untuk memperoleh pendidikan, seperti diamatkan oleh UUD 1945 pasal 31.
Kita sebagai pemuda harapan bangsa, pemuda yang dirindukan ibu pertiwi marilah terus melakukan optimalisasi diri. Peran kita saat ini adalah menjadi bagian dari masyarakat aktif mendorong kemajuan bangsa dengan melakukan berbagai kegiatan yang konstruktif, baik melalui organisasi kepemudaan maupun profesi yang digeluti.
Tidak perlu memulai dari hal-hal yang besar, tapi mulailah dari hal-hal yang kecil. Mulailah dari diri kita sendiri, kemudian ajaklah lingkungan sekitar kita. Teruskan sejarah perjuangan bangsa Indonesia, karena kita, pemuda Indonesia merupakan ahli waris cita-cita bangsa yang sah dan sekaligus sebagai generasi penerus.
Akhirnya, pemuda harus menyadari bahwa, harapan dan cita-cita kemerdekaan akan kedaulatan sepenuhnya untuk rakyat, dengan semangat demokrasi oleh dan untuk rakyat, di era modernasisasi ini, ada dipundak para pemuda.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kenali Kotaku

Yuk berkunjung ke kotaku, kota Luwuk. Ada banyak destinasi untuk kalian berlibur. Menyatu dengan alam dan juga merasakan ketenangan dan kesejukan. di Luwuk ada banyak laut dan juga air terjun yang indah dan menawan. Sudah banyak pengunjung datang ke sini baik lokal maupun turis.

Sebuah Ilusi

Hai Mr.King, kau sudah berubah. Entah aku benci itu atau tidak aku tidak pernah tahu. Kau hanya diam, aku tak mengerti. Apakah persahabatan kita sebatas itu? Kenapa kau tidak lagi menyapaku? Dulu, waktu jadi Ms. Cupu kamu yang selalu jadi penyemangat untukku. Aku tidak akan lupa saat kau menarik tanganku dan berlari saat ditengah keseriusiusanku belajar dan berteriak untuk memberiku semangat di tengah lapangan basket. Dasar bodoh, sudah tahu aku nerveous malah dibuat malu lagi. Masalahnya ini ujian, malah teriak sendiri di lapangan, haha tapi itu yang buat aku kangen. Ah... aku masih ingat, tapi mungkin kau sudah lupa dengan Ms. Cupu ini. Sebab, kau telah dikelilingi oleh gadis-gadis cantik yang jauh beda seperti aku. Tapi, tidak mengapa aku hanya selalu mendoakan yang terbaik untukmu. Melihat aktifitasmu di facebook saja sudah cukup. Kamu sepertinya semakin sibuk dan masih sama menyukai dunia fotografer seperti waktu SMA dulu. Semakin eksis dan punya banyak teman, mungkinka

The Power of Writing

Judul Buku : Anak Dusun Keliling Dunia Penulis       : I Made Andi Arsana Penerbit     : JB Publisher Dimensi     : 140 x 210 mm, 266 halaman Cetakan     : I, 2013             Menulis merupakan suatu hal yang tak bisa dipisahkan dari kehidupan mahasiswa. Bahkan, tulisan yang memukau dapat membuat penulis, I Made Andi Arsana, berkeliling dunia untuk mempresentasikan karyanya. Kekuatan dari menulis luar biasa bukan? Apa rahasianya? Buku inspiratif yang menggugah jiwa dan penuh semangat ini merupakan catatan perjalanan dari seorang penulis yang merupakan dosen Jurusan Teknik Geodesi UGM dalam memperjuangkan mimpinya untuk berkeliling dunia. Menurutnya, mengelilingi dunia sungguh sangatlah mudah. Tapi, menjadi mustahil ketika harapan itu berhenti sebatas angan tanpa usaha dan kesungguhan untuk meraihnya. Padahal, itu saja sudah cukup menjadi modal untuk mewujudkannya. Penulis lahir dari keluarga penampang padas di sebuah dusun terpencil. Namun, keberaniannya menya