Dok. Muliati Supandi, Pulau Togong
Waktu itu 3 hari setelah lebaran, aku dengan kakku tak ingin diam di rumah bahkan ketika dimarahi Ibu karena pulang Adzan sudah berkumandang. Aku ingin sekali ke Pulau sie bolang yang diceritakan oleh adik-adik di sana tapi mereka juga belum pernah pergi. Sehingganya, tidak tahu persis di mana. Hanya saja pulau itu ada di Desa Uwedikan yang harus masuk sekitar 3Km dari jalan Raya. Kamipun mencari-cari, namun saat hendak meminta pengemudi perahu motor untuk menyeberang pulau yang ada tepat di belakang rumah-rumah Desa dirinya menolak karena di pulau itu sangat banyak lelaki yang membawa minuman. Bahaya untuk kita meskipun kami membawa beberapa bodyguard kecil.
Kami putuskan untuk kembali, tapi kakakku mengajak untuk pergi ke Kafe Tirta, di sana kamu bisa melihat senja dan duduk di pinggiran Danau. Benar-benar indah.
Dok. Muliati Supandi, Senja di Kafe Tirta
Lihat, itu adik sepupuku yang sedang duduk melihat Matahari yang akan menennggelamkan dirinya di balik pohon-pohon kelapa. Indah bukan? Itulah kenapa, aku lupa pulang dan dimarahi. Mungkin bayaran untuk sebuah pemandangan yang Indah seperti ini sangat mahal. Sayang sekali, aku terlambat mengambil gambar dengan background seperti itu, sebab berebutan sama adikku itu. Kamipun menikmati Ikan Bakar di rumah-rumah kecil yang dibuat dari papan di atas Danau. Kelinci berkeliaran di mana-mana. Lucu.
Keesokan harinya, ayah dan ibuku menyetujui untuk pergi ke pulau Togong yang awalnya kita ingin pergi tapi batal. Asyik... sudah lama tidak pergi bersama, sebelum menyeberang waktu sudah memasukki Ashar dan ku sempatkan diri untuk salat sementara Ayah dan Ibuku bersilaturahmi di rumah teman lamanya. Oh iya, sudah lama aku tidak ke rumah om itu. Waktu kecil suka sekali makan masakan kerang isterinya yang diambil dari laut langsung. Saat ketemu, om itu sudah lupa dengan aku. Aku lupa juga namanya, tapi tidak pernah lupa kalau aku pernah menikmati makanan lezat di rumahnya yang sederhana. Ayahku selalu punya banyak teman baik, dan sedikit terkenal kayak aku hehe. Kuncinya, selalu ramah dengan orang lain meskipun Ayahku punya sifat emosian sama kayak aku makanya tidak pernah dengar kalau dikasih tahu untuk tidak laju-laju bawa motor hehe. Jatuh baru nyesel deh :D
Dok. Iyam, Menuju pulau Togong
Kamipun memulai perjalan ke pulau itu, kebetulan teman Ayahku punya kenalan yang bisa mengemudi kapal jadinya lebih ramah dan diberi bonus keliling oleh awak perahunya. Beberapa tetangga ikut, Ibu-ibu bahkan teman kakakku takut karena kapalnya seperti mau tenggelam. Aku hanya ketawa, Ibu juga begitu. Tapi itulah sisi romantis yang ku temui di masa tua mereka. Ayahku menggendong Ibu saat turun dari perahu dan pake acara jatuh. Cie... ;)
Saat pengemudi bertanya kita belok kanan atau kiri, kami mengatakan belok kanan karena letak pulau yang indah itu memang di sana sudah bisa dilihat dengan mata dari rumah-rumah warga. Kamipun makan-makan dan berfoto-foto sedikit kemudian kembali. Tapi, tempat itu masih ada yang kurang. Seperti tidak terurus, kami juga tidak bisa menikmati pasir putih yang katanya indah. Ternyata, maksud dari awak perahu tadi adalah pulau yang kami maksud sebenarnya, pulau pasir putih yang kami tidak tahu namanya berada di balik pepohonan yang tumbuh di tengah laut. Harusnya kami mengatakan untuk belok kiri dan terlambat jika harus ke arah sana. Langit sore seolah telah mengusir kami semua. Semoga lebaran tahun 2014 ini kita bisa ke Pulau si Bolang :)
Komentar
Posting Komentar