MENUMBUHKEMBANGKAN CINTA DAMAI MELALUI PEACE EDUCATION
Lomba menulis Artikel, Juara Harapan 1 (Harus belajar lebih banyak lagi :D)
Dari tahun ke tahun, berbagai
konflik terjadi dan mengalami peningkatan. Kampus yang idealnya menjadi tempat
mengemban ilmu pengetahuan, kini menjadi tempat pertunjukan baru. Mahasiswa yang
kita kenal memiliki intelektual tinggi, kini saling beradu kekuatan dengan melempar
batu, membawa parang dan saling menyakiti teman yang dianggapnya musuh. Sungguh
sangat ironis dan memperihatinkan keadaan kampus sekarang ini. Kita tidak perlu
melihat jauh-jauh, kampus kita tercinta Universitas Tadulako kini telah menjadi
tempat sasaran terjadinya konflik.
Universitas Tadulako yang merupakan
salah satu kampus ternama di Sulawesi Tengah telah menjadi sorotan publik atas
terjadinya konflik, baik secara Nasional maupun Internasional. Bahkan, beberapa
stasiun TV menjadikannya berita utama yang memanas. Belum lama ini, terjadi konflik
antar mahasiswa Fakultas Hukum dan mahasiswa Fakultas Teknik. Dua
fakultas tersebut kejar-kejaran dengan balok, saling menyerang dengan benda
tajam, bahkan saling lempar batu sehingga mengakibatkan kaca-kaca ruang belajar
pecah dan tak sedikit orang yang terkena lemparan batu, sehingga perselisihan
ini memakan korban. Hal yang sangat disayangkan tentunya, ketika orang tua
menitipkan anaknya untuk mengemban ilmu pengetahuan di Universitas Tadulako
dengan harapan bahwa anaknya akan mendapatkan masa depan yang lebih baik.
Ternyata, yang terjadi sebaliknya hanya membuat kecewa dengan setumpuk
penyesalan. Jika sudah seperti ini, orang tua akan berpikir 2 kali untuk mengizinkan
anaknya kuliah di Universitas Tadulako maupun universitas lainnya.
Kejadian-kejadian seperti ini menimbulkan banyak keresahan di masyarakat.
Tak
lama berselang konflik dua fakultas tadi, letupan konflik terjadi di internal
Fakultas Pertanian. Dua kelompok mahasiswa yang membela lembaga
kemahasiswaannya masing-masing menjadi titik persoalan. Kedua kejadian
tersebut, kembali mengingatkan kita pada tahun 2010, saat itu kampus
Universitas Tadulako pernah diterjang konflik yang terjadi antar fakultas,
mahasiswa Fisip dan mahasiswa Fakultas Teknik menjadi perangkat persoalan.
Masuk di tahun 2012 kembali terjadi pertiakaian di internal FKIP, yang terjadi
adalah pertikaian kelompok mahasiswa yang juga tergabung dalam lembaga
kemahasiswaan.
Terjadinya konflik
tentunya bukan tanpa sebab. Banyak faktor-fakor yang mempengaruhi terjadinya
konflik, diantaranya adalah dendam, pengaruh minuman keras, doktrin senior, kebijakan
pimpinan universitas, dan situasi akademik.
Namun, sekarang bukan
saatnya lagi untuk mencari apa dan siapa yang menjadi penyebab utama terjadinya
konflik. Yang harus dilakukan saat ini adalah mencari resolusi penyelesaian
konflik untuk menebar cinta damai di Bumi Tadulako tercinta khususnya
Universitas Tadulako yang sejatinya tempat kita mengemban ilmu pengetahuan. Untuk
itu, sangat perlu diadakan upaya-upaya yang lebih jitu. Haruslah ditemukan solusi
yang tepat dan berjangka panjang dari persoalan konflik yang telah terjadi di
kampus tercinta.
Tentunya,
setiap manusia mendambakan suatu kehidupan atau kondisi aman dan damai. Secara
teoritis-filosofis, manusia adalah ciptaan yang dibekali esensi yang fitri dan
sebagai makhluk sosial yang bertetangga dan berkelompok, ia mendambakan ketenangan
bagi diri dan keluarganya, ingin dihormati dan diperlakukan adil, serta
mendambakan hidup layak agar dapat memenuhi kebutuhan keluarganya. Sebaliknya,
peperangan dan kekerasan, diskriminasi, dan ketidakadilan bertentangan dengan
esensi manusia yang fitri dan damai. Karenanya, kekerasan, diskriminasi, dan
ketidakadilan mengganggu substansi dasar kemanusiaan dan norma kehidupan
berkelompok.
Berbagai usaha penanganan
konflik telah banyak dilakukan oleh berbagai pihak. Namun, cita-cita untuk
mewujudkan kehidupan yang damai dan sejahtera sampai saat ini masih belum
menunjukkan hasil yang menggembirakan. Cita-cita itu masih sebatas harapan dan
angan-angan. Sebab, kita tinggal di Indonesia yang notabene penduduknya terdiri
dari berbagai macam karakter, termasuk multikultural, multireligi dan
multietnis sehingga bisa dibilang agak rentan dan perlu adanya kesabaran untuk
membangun bangsa yang dapat hidup damai. Oleh karena itu, pembentukan watak
bangsa (the nation character building)
sangat diperlukan. Perjuangan untuk membentuk karakter bangsa merupakan hal
yang terus-menerus diupayakan, pada kondisi bangsa yang semakin terpuruk dan
diambang perpecahan dan perselisihan yang terus menggema.
Kembali lagi kita melihat bahwa
tempat terjadinya permasalahan adalah dalam ranah kampus, jadi melalui kampus
pula titik persoalan ini dapat diselesaikan. Kampus adalah tempat dimana
manusia dididik untuk menjadi bermartabat, sehingga dengan memasukkan pendidikan
damai (peace education) ke dalam
pembelajaran merupakan suatu solusi yang tepat untuk penyelesaian konflik yang
ada di Universitas Tadulako itu sendiri.
Berbicara tentang definisi
damai, banyak definisi dan teori tentang damai atau perdamaian. Definisi yang
paling banyak dipahami adalah tidak adanya perang atau konflik kekerasan.
Sementara dari faktor penyebab, pemahaman tradisional menyatakan perdamaian
akan tercipta ketika individu memiliki rasa kedamaian dalam dirinya sendiri,
memiliki kemampuan untuk mengontrol emosi dan pikirannya agar tidak melakukan
tindakan yang merugikan orang lain serta bisa memicu terjadinya konflik
kekerasan secara terbuka. Perdamaian adalah konsep dan cara pandang yang
positif baik terhadap dirinya maupun kepada orang lain.
Berangkat dari realitas yang ada,
maka lahirlah sebuah gagasan baru yang dinamakan dengan pendidikan damai (peace education). Dimana pendidikan
damai merupakan kebutuhan bukan hanya pada setiap individu atau kelompok, namun
juga karena pendidikan damai merupakan realitas dari konflik yang setiap saat
bisa muncul akibat adanya benturan kepentingan, pemikiran, orientasi politik,
sistem ekonomi dan sebagainya.
UNESCO sebagai salah satu
lembaga internasional telah melakukan promosi tentang pendidikan damai, hak-hak
azasi manusia dan demokrasi, ini dilakukan dengan lebih terkonsentrasi pada
pengembangannya. Secara sistematis upaya ini telah dimunculkan pada tahun 1989,
dan kemudian dikembangkan dalam bukunya UNESCO and culture of peace tahun 1995. Diawal tahun 2000 telah muncul suatu
budaya baru di dunia Internasional yaitu dekade budaya damai dan anti kekerasan
terhadap anak di seluruh dunia, dan ini menyerukan adanya pendidikan damai yang
harus lebih disosialisasikan. Di Indonesia sendiri, sebenarnya telah melakukan pendidikan
damai tersebut, walaupun mungkin belum disebut atau dikatakan pendidikan damai.
Para tenaga pendidik, seperti guru, dosen dan tenaga pendidik lainnya telah
berupaya keras untuk mensosialisaskan ataupun menyampaikan perlunya pendidikan
dan situasi yang damai dalam lingkungannya masing-masing. Seperti yang
dikembangkan saat ini, para pendidik mengembangkan suasana damai dan tingkah
laku yang saling hormat menghormati di antara sesama anak didik dan para
pengasuhnya.
Perlu diketahui, perguruan
tinggi IAIN Walisongo ternyata selama ini telah memasukkan pendidikan damai
dalam mata kuliah pilihan, yaitu mata kuliah resolusi konflik dan mediasi.
Terbukti, mata kuliah ini sangat diminati mahasiswa. Melihat hal tersebut, memang
pendidikan damai merupakan tawaran yang tepat dalam mengatasi kekerasan di
kalangan pemuda dan tawuran pelajar. Sehingga, menjadi seharusnya untuk
diterapkembangkan juga di Universitas Tadulako tercinta.
Pendidikan damai menyatukan
beberapa tradisi pedagogis, teori pendidikan, dan inisiatif internasional untuk
kemajuan pembangunan manusia melalui pembelajaran. Pendidikan damai ini pada
dasarnya dinamis, interdisipliner, dan multikultural.
Bangunan pada prinsip-prinsip
dan praktek-praktek yang telah berevolusi dari waktu ke waktu, menanggapi situasi
sejarah yang berbeda, dimana pendidikan damai bertujuan untuk menumbuhkan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan untuk mencapai dan
mempertahankan budaya perdamaian. Memahami dan mengubah pola pikir tentang
kekerasan. Itulah yang dibutuhkan oleh kampus kita, Universitas Tadulako. Diagram
berikut akan membantu memvisualisasikan hubungan antara kekerasan dan
perdamaian.
Melalui diagram di atas,
perdamaian dipahami tidak hanya sebagai tidak adanya bentuk-bentuk dari
kekerasan langsung, tetapi juga kekerasan tidak langsung yang merupakan bentuk damai
positif.
Dengan adanya pendidikan
damai, diharapkan akan dapat menciptakan individu yang memiliki sikap dan
perilaku yang mencerminkan kedamaian. Hal tersebut meliputi kontrol diri, mampu
menyelesaikan konflik, memiliki kompetensi sosial, tidak melakukan
diskriminasi, budi pekerti, tatat aturan dan tata tertib dan komunikatif. Kontrol diri, merupakan kemampuan
seseorang untuk membimbing, mengatur, dan mengarahkan bentuk-bentuk perilaku
melalui pertimbangan kognitif sehingga dapat membawa ke arah konsekuensi positif.
Mampu menyelesaikan konflik, dapat
memilih dan mempraktekkan pola negosiasi yang baik. Memiliki kompetensi sosial, kemampuan berhubungan dengan orang lain
dan untuk terlibat dalam situasi-situasi sosial. Tidak melakukan diskriminasi, memandang bahwa orang lain tidak
bersikap secara wajar dalam berinteraksi dengan orang lain yang diungkapkan
dengan perilaku prasangka buruk, membesar-besarkan kelemahan orang lain dan
lebih melihat bahwa dirinya atau kelompoknya memiliki kelebihan dibandingkan
dengan orang atau kelompok lain. Budi pekerti, merupakan indikasi bahwa manusia
memiliki akhlak baik, bermoral dan beretika dalam menjalankan hidup. Tata aturan dan tata tertib, perilaku
yang sesuai dengan aturan dan tata tertib karena aturan dan tata tertib dibuat
untuk menciptakan kondisi yang damai. Komunikatif,
interaksi yang baik akan menumbuhkan kedamaian.
Premis yang dibahani
pengalaman empiris di atas mengacu pada cita-cita untuk membangun masyarakat
yang kondusif bagi pemecahan masalah atau konflik secara damai dan beradab.
Cita-cita ini berupaya untuk membangun jembatan menuju kedamaian dengan
memahami individu atau kelompok dengan pengetahuan, kecakapan, dan pola hidup
damai, sehingga damai bukan hanya tujuan tapi juga merupakan proses. Upaya ini
diharapkan dapat menghentikan kekerasan dan membangun kehidupan dinamis dan
damai bagi semua. Dengan kata lain, pendidikan damai diharapkan dapat mendorong
upaya untuk terus mencari kedamaian, menggalakan rekonsiliasi, dan
mempromosikan keadilan tanpa mengurangi harkat, martabat, dan azasi manusia.
Sebab, setiap manusia memiliki identitas dan ingin diakui dan dihargai,
karenanya, pada saat yang sama, ia harus pula mengakui identitas orang lain.
Prinsip ini memiliki kekuatan moral yang dapat membangun pondasi bagi kehidupan
bermasyarakat yang beradab dan berkeadilan.
Akhir kata, kedamaian yang
kita harapkan bersama untuk Universitas Tadulako akan tercipta jika pendidikan
damai diterapkembangkan. Tentunya, hal ini dapat terwujud jika semua pihak yang
ada dalam ranah kampus ikut mendukung dengan terlibat di dalamnya.
Komentar
Posting Komentar