Kamis,
24 Juli 2014 aku menyetujui untuk dibawa ke rumah sakit umum daerah (Rsud) luwuk. Memeriksakan kembali penyakitku yang sebelumnya telah didiagnosa oleh 2 orang dokter
di Palu terkena radang tulang. Pukul 07.00 pagi kami berangkat dari rumah. Aku diantar
oleh sisi yang juga suster dengan kendaraan bermotor 2. InsyaAllah 2 tahun lagi
rodanya jadi 4. Aamiin.
Pukul 08.05 kami tiba di Rsud. Perjalanan dari
kampung untuk ke kota sebenarnya tidak cukup 1 jam. Hanya saja kalau sisiku yang
bawa jadi lama. Tidak seperti aku yang sering ugal-ugalan di jalan. Maklum, sejak
kecil aku penggemar Rosie. Ada banyak perubahaan yang terlihat setelah hampir 4
tahun tidak menginjakkan kaki di sini. Seingatku terakhir kali menjenguk teman Ibu yang
sedang sakit saat hampir lebaran beberapa tahun yang lalu.
Waktu terus berlalu dengan begitu cepat. Kami
menunggu loket buka untuk mendaftar di poliklinik. Sudah pukul 09.00 petugasnya
belum datang. Beberapa orang ibu-ibu menggerutu kenapa petugasnya lama sekali datang.
Sementara, aku dan kakakku sibuk menebak-nebak beberapa orang yang menggunakan seragam.
Batik berwarna kuning jika tak salah ingat. Berharap itu adalah petugasnya. Tenyata
tak ada yang benar.
Petugas itu tidak menggunakan seragam. Kami
salah besar. Wanita itu sibuk menyusun kertas-kertas berukuran kuarto di atas meja. Sepertinya
itu kertas formulir. Aku mendapatkan antrian nomor 3 (itu angka kesukaanku) setelah
seorang bapak-bapak dan ibu yang datang bersama. Sepertinya mereka pasangan suami
istri. Wanita itu mempersilahkan aku untuk maju, duduk dikursi yang ada di hadapannya
serta bertanya beberapa hal terkait identitasku untuk ditulis di kertas hijau dan
sebuah kartu berobat yang berwarna hijau juga. Setelah ditulis, petugas itu menyerahkannya
padaku dan menyuruh menunggu di gedung Poliklinik untuk bertemu dr. Lusi, praktek
umum sesuai permintaanku. Dokter yang pernah ku temui sejak kecil. Itu rekomendasi
dari Mimi dan Sisiku tersayang. Aku manut-manut saja. Kalau tidak, mungkin tidak
akan diizinkan untuk bawa motor lagi. Duuh, kalau begini ceritanya musti cari ojek
pribadi. Maksudnya suami. Eh, tapi aku belum
mikir ke sana :D
Ruang gedung poliklinik dipenuhi dengan anak-anak, bayi, remaja dan orang tua. Pokoknya semua usia deh. Mereka duduk sesuai dengan kebutuhannya, bertemu dokter saraf, gigi, THT dan umum. "dokter lama eh... dokter... dokter..."
anak kecil yang berumur 4 tahun berteriak. Sebal. Aku dan sisi saling menatap. Tertawa.
Hari sudah semakin siang, aku merasa lelah sehingga menempatkan kepalaku dipundak
sisi.
''dokter lusi sudah datang" kata sisi yang
mengenal sosoknya. Aku menarik kepalaku. Asisten dokter lusi memanggilku dan seorang
lagi, seorang pria. Jangan khawatir, ketika dokter memeriksaku, dia takkan melihatku.
Sebab, di ruangannya masih ada kursi panjang untuk menunggu aku selesai diperiksa
sementara ranjang yang menghadap kursi panjang itu diberi tirai. Tekanan darahku
hanya 90 sama seperti waktu diperiksa sisiku beberapa waktu yang lalu. Aku pikir, tidur akan mampu membuatnya normal kembali. Itulah kenapa aku malas minum obat.
Tapi, ini yang membuat dokter Lusi menyeracah panjang tentang cinta.
"makanya, jangan banyak pikiran. Tidak
usah pacaran dulu. Jangan percaya sama laki-laki," ucap dokter Lusi yang melihat
tekanan darahku rendah sekali.
"Lah dok? pacaran? pacar saja ku belum
ada. Nah, kalau teman cowok banyak." aku membatin.
"Dia ini sering sekali begadang. Main laptop
mulu" sambung kakakku. Aku hanya senyum.
"Aku kan bosan... mau mengerjakan banyak
hal tidak diizinkan" aku membatin lagi.
"Cowok itu suka cewek yang menjaga dirinya.
Belum selesai dia bicara, lelaki yang tadi menunggu dipanggilnya. Menyuruhnya duduk
dekat asistennya agar wajahnya nampak.
"Kamu polisi kan?"
"Iya, kebetulan polisi," jawabnya
senyum-senyum.
"Kamu pasti disukai banyak cewek. Benar
tidak yang tadi saya bilang? Kalau ada cewek cantik yang kamu sukai terus dia mudah
untuk kamu dapatkan kamu pasti tidak akan menikahinya karena cewek murahan. Benar
tidak?"
"Ia" jawabnya singkat dan masih dengan
senyum khasnya.
"Waktu dokter kuliah, tidak mau menyentuh
tangan pria, tidak mau dibonceng cowok juga. Kalau ditanya kenapa, dokter selalu jawab
tangan dokter kasar dan tidak perlu dibonceng karena jaraknya dekat. Pernah, dokter masuk
di rumah orang yang tidak dikenal karena tidak mau dibonceng" cerita wanita tua berambut pendek itu, entah benar atau bualannya saja. Aku mengambil sisi positifnya.
"Wanita itu terasa berharga bagi laki-laki
jika ia mampu menjaga dirinya" sambung dokter lagi. Lagi-lagi pak polisi itu
mengangguk mengiyakan.
Baiklah bu dokter, aku mengangguk setuju. Akupun
bercerita banyak tentang penyakitku yang setahun lalu sudah menjadi gejala. Tapi,
berbeda dengan 2 dokter yang ku temui setahun ysng lalu dan baru-baru ini. dokter Lusi mengatakan aku bukan terkena radang tulang tapi mielgia. Nyeri otot.
Mungkin aku kelelahan. Aku sih bandel sudah dilarang-larang ikut organisasi, meliput tapi tidak mendengarkan. Pernah aku memutuskan
untuk keluar dan tidak memegang jabatan lagi diorganisasi agar tidak terlalu sibuk tapi ketika aku mulai baik-baik saja. Aku lupa. Aku terlalu
banyak iri. Takut bahwa kesempatan itu tak akan datang lagi. Tapi kenyataannya semua
yang ku kerjakan tidak maksimal. Dokter hanya menyarankan agar kaki dan tanganku
disinar. Kamipun bergegas keluar ruangan dan mengakhiri percakapan.
Kami menuju ruang yang bertuliskan physiotherapy di atas pintu. Kami dipersilahkan masuk di sebuah ruangan yang diberi tirai. Lagi-lagi
dibalik tirai itu seorang lelaki. Lelaki itu berumur 18 tahun. Sebelum masuk ruangan
aku melihatnya. Kakinya sangat sulit untuk digunakan berjalan. Kaki itu tidak luka,
tapi sepertinya sangat sakit. Aku tertegun. Bersyukur bahwa kakikku tidak sesakit
itu. Semoga segera membaik dan menjadi bermanfaat lagi.
Akupun berbaring. Seorang pria meletakkan sebuah
alat terapi yang dinamakan microwave aparatus. Sinar
merahnya memancar dikakiku. Rasanya panas dan dingin tapi lama-lama menjadi sangat
panas dan menyakitkan. Bibirku menahan sakit sambil mengeluh. Setelah kurang lebih 15
menit, laki-laki itu melepaskannya lagi dan memindahkannya ke tangan. Pria yang
sudah memiliki anak itu (aku melihatnya dengan anak kecil yang berlarian saat akan
pulang) menyuruhku bersandar dan meletakkan tanganku di atas bantal agar sinarnya
tidak terkena bagian yang lain. Bodohnya aku yang sebelumnya berpikir bahwa tanganku
akan pegal karena harus diangkat selama 15 menit karena harus dijauhkan dari bagian
badan yang lain. Sementara kakikku telah diberi sebuah selang yang ujungnya bulat
besar seperti kepala gelas. Dingin. Hal itu yang pertama ku rasakan saat Dia meletakannya
di bawah dan atas telapak kakikku kemudian memutar-mutar tombol yang membuat kakiku
seperti kesetrum kemudian lama-lama berubah seperti ada jari-jari yang berjalan
di lingkaran itu. Geli.
Aku bertemu osis SMAku ketika masih kelas satu, saat hendak
menebus obat. Jaya. Itu nama yang masih ku ingat. Saling menyapa. Sebab, dia teman
sekelas kakakku juga. Petugas di apotik itu entah menggunakan microfon atau TOA
mengagetkan bapak-bapak yang ada di sampingku. Gila. Ini rumah sakit atau TPS tempat
memilih. Kakakku maju untuk mengambil resep yang sudah di pesan sebelumnya. 2 resep
obat tidak tersedia. Kami memutuskan untuk pergi ke kota untuk mencari resep yang
tidak ada. Hujan di perjalanan. Kami memutuskan untuk ke Jaltes (Jalan tembus) orang-orang
menyebutnya seperti itu karena lewat jalan ini kau bisa menembus jl. datu adam,
turki dan cokro. Jl.soetarjo nama sebenarnya. Singgah di rumah oma dan juga kosan adikku.
Aku bertemu oma, ibu dan juga tante ega. Mereka
menanyakan aku datang dengan siapa dan bagaimana dengan keadaanku. Ku jawab saja barusan kami dari Rsud. Hari sudah menjelang magrib, aku membantu tante ega memasak di dapur meski kakiku
rasanya sakit. Oma dan Ibu pergi ke BTN. Jadilah aku dan tante ega serta kakakku di rumah.
"Huh.. sudah mau selesai sakit. Jangan-jangan
kau di nepu(guna-guna). Ba tolak cowok lagi"
kata tante ega, bercanda.
"Bagaimana mau menolak mba, yang nembak
aja nggak ada. Nggak ngarep juga hehe" kataku.
"Gadis aneh dan menyebalkan seperti aku
mana ada yang suka" aku meneruskan
Membatin.
Setelah berbuka Tante ega pulang ke rumahnya yang ada di hanga-hanga dan Ibu datang dari BTN. Bosan. Ibu dan kakak bercerita sementara aku
di kamar sendiri. Aha, send message ke teman-teman terdekat aku. Bercerita bahwa
hari ini aku habis ketemu dokter dan dikasih resep buanyak banget. Coba mereka di
sini pasti bisa bantu menghabiskan. Obat yang putih itu seperti penenang kau meminumnya tidak cukup setengah sudah tertidur pulas apalagi 1 butir. Kalau obat yang seperti deodoran itu untuk dioleskan di bagian tubuh yang sakit baunya seperti rumah sakit. Ampun deh... yang belum sakit jaga diri :P
Satu persatu smsku di balas bahkan sampai ku
tertidur. Ada sebuah sms yang buatku terharu dari sahabat lamaku. Meskipun sudah
di Jogja dia masih kental dengan logat Luwuknya. "Bi... jaga kesehatan Muli. Moga
nga cepat smbuh dari sakit ini. Nga orang bae, Tuhan sayang nga. Pasti ada rencana
indah yang dirancang buat nga ;) tetap sabar, kuat dan bae e?? walau jao jarak,
insha Allah hati dan kasih sayang te pernah jao :) jangan sedih e, banyak yang sayang
nga. Walaupun tidak selalu ada di dekatnya nga. Walaupun cuma jadi pendukung dan
pendoa dari jao. Tapi insha Allah semua tulus. Semoga Allah selalu lindungi nga
sayang" kalimat itu membuat hatiku sedan. Memiliki mereka membuatku tak pernah iri melihat sepasang kekasih. Sebab, tanpa pacarpun aku dipanggil sayang, cinta
oleh sahabat-sahabatku. Very lovely deh. Bukan lesbi tapinya. Aku masih normal kok
hehe.
Sebuah suara membangunkanku ketika sedang terlelap
tidur. Ternyata, selain aku, kakakku dan ibu ada tante ana dia datang setelah ibu. Sahur katanya. Setelah
sahur aku minum obat dan dikasih ceramah selama setengah jam.
"Itu badan disayang...
"Itu Tuhan sudah marah. Kerja dan istirahat
tidak seimbang" aku menelan ludah. Merasa bahwa aku memang sudah salah.
"Sesibuk apapun kita, sempatkanlah untuk
makan. Jangan juga asal makan. Mentang-mentang ba kos makan mie (sekarang tidak
lagi kok. Mana boleh sama ibu. Kalaupun boleh, itu menjadi kenikmatan sendiri untukku,
warda dan yayang. Kata ibu, kita senang sekali kalau dikasih makan mie. Seperti
mendapatkan sebongkah emas).
"Mie itu tidak baik untuk kesehatan asal
nga tau" sambung tante ana.
Siang pun tiba. Jumat, 25 mei saat Ayah dan Ibu menjemput akupun menyempatkan diri untuk salat dzuhur. Eh, ketemu
om Anang yang baru pulang dari salat jumat. Dia hendak mengulurkan tangan tapi urung karena aku telah berwudhu.
"Sakit apa ngana?" aku cengengesan.
Ternyata orang-orang seantero sudah tahu kalo aku sakit. Jadi merasa diperhatikan
hehe.
"Sakit banyak ba jalan" jawabku. cengengesan
lagi.
Jika kau tau bahwa orang-orang menyayangimu
lebih dari yang kau tahu, kau tak akan butuh cinta yang lain. Meskipun itu berarti.
Awan-awan langit kota Luwuk mulai menghitam.
Matahari mulai tertutup awan. Sebentar lagi hujan. Kami bergegas pulang. Tubuhku
lemas, berkali-kali aku dimarahi sisi karena duduk tak seimbang, disuruh turun membeli
tempe malah jatuh ke aspal. Setiba di rumah hanya melepas kaos kaki dan tidur sembarangan.
Meletakkan tasku begitu saja di sampingku.
Malam tiba. Tubuhku masih lemas. Terpaksa habis
salat Tarawih harus diinfus. Kalau disuntik sakit. Cairannya pedis jadi harus dimasukkan
lewat cairan infus biar masuk pelan-pelan. Duh, makanya jangan sakit. Nyesek. Nggak
bisa ngapa-ngapain. Diri ini rasanya tidak berguna. Untungnya susternya sisiku sendiri
jadi bisa request kapan dipasang dan dicabut infusnya. Pukul 20.20 sampai 03.32 pagi cairan
itu berwarna pink itu belum sempurna habis. Tapi, tinggal sedikit jadi dilepaskan saja karena aku harus makan
sahur. Asyik... sayur ikan bercangkangnya masih ada. Kepiting. Jadi semangat makan sahurnya. Alhamdulillah. Sebenarnya, Ibu bilang tidak usah puasa dulu. Tapi, puasa tinggal berapa hari lagi.
Sayang kan kalau tidak puasa. Kita tidak tahu besok-besok masih bisa menikmati bulan Ramadhan atau tidak. Puasa juga sebagai pesan damai dariku untuk Tuhan hehehe. Tuhan maafkan aku ;)
Semuanya sayang. Semuanya perhatian. Terimakasih
untuk itu. Aku kuat. Aku baik-baik saja dengan ini :D
Komentar
Posting Komentar